Home » » Jurnal Komunikasi, Pesan Resistensi Pada Puisi "Sajak Suara". .

Jurnal Komunikasi, Pesan Resistensi Pada Puisi "Sajak Suara". .

Di pos oleh ngetes saya | Senin, 30 November 2015 | 07.20



eJournal  Ilmu Komunikasi,  2015, 3 (3):584-597
ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id
© Copyright 2015

PESAN RESISTENSI PADA PUISI “SAJAK SUARA”
KARYA WIJI THUKUL
Dirawan Azhar [1]


Abstrak
Dirawan Azhar, 0802055112, Pesan Resistensi Pada Puisi “Sajak Suara” Karya Wiji Thukul (Kajian Semiotika Ferdinand de Saussure), dibawah bimbingan Inda Fitryarini, S.Sos, M.Si, selaku pembimbing I, dan Hikmah S.Sos. M.A selaku pembimbing II, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.
Penelitian ini bertujuan untuk menafsirkan dan mengetahui pesan resistensi yang ditampilkan dalam puisi “Sajak Suara”, Apakah  pesan resistensi yang terkandung dalam puisi tersebut masih sesuai dengan realitas dan keadaan sosial saat ini?,  mengingat masih banyak aktifis yang membacakan puisi “Sajak Suara” sebagai penyemangat dalam setiap aksi-aksi massa. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif interpretatif. Pada penelitian ini menggunakan metode semiotika yaitu metode yang menganalisis tanda. Metode semiotika yang akan digunakan dalam penelitian adalah semiotika dari pemikiran Saussure. Dalam teori Saussure dijelaskaan bahwa tanda memiliki unsur yang saling berhubungan yaitu penanda (signifier), petanda (signified). Proses ini menghubungkan antara bait puisi dengan dunia eksternal yang sesungguhnya. Validitas interpretasi ini diperkuat dengan mengambil referensi dari buku, website, artikel, serta kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.
Hasil dari penelitian ini yaitu puisi “Sajak Suara” karya Widji Thukul memiliki makna yang saling berkaitan yaitu menampilkan pesan resistensi. Pesan resistensi yang ditampilkan dalam bait “Sajak Suara” adalah resistensi terselubung, yakni bentuk perlawanan yang bersifat ideologis, perlawanan yang dapat menjaga keselamatan dari tekanan proses peminggiran yang lebih keras lagi, resistensi terselubung seringkali memakan waktu yang sangat lama dan berlangsung terus menerus.

Kata Kunci : Pesan Resistensi, Puisi, Sajak Suara, Wiji Thukul

Pendahuluan
Komunikasi Puisi adalah hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kata-kata kiasan, syarat dalam penyusunannya menjadikan puisi mempunyai nilai estetika atau keindahan tata bahasa, selain sebagai seni puisi juga bisa menjadi sarana komunikasi, komunikasi sendiri adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Dalam seni puisi, penulis atau penyair berperan sebagai komunikator, pembaca berperan sebagai komunikan, dan puisi berperan sebagai media komunikasi, sedangkan pemaknaan dari puisi tersebut berisi pesan yang ingin disampaikan oleh sang komunikator. Puisi dianggap sebagai alat komunikasi yang sangat efektif, karna unsur romantis  misterius dalam sebuah puisi disadari atau tidak mampu menarik minat pembaca untuk meluangkan waktu menerka-nerkaa maksud yang ingin disampaikan oleh seorang penyair melalui puisi yang ditulisnya.
Melalui karya puisi, seorang penyair bebas mengekspresikan diri. Puisi yang ditulis bisa bertemakan apa saja, bisa berkaitan dengan keindahan alam, spiritual, cinta, kemanusiaan, dan konteks kehidupan sosial dimasyarakat. Puisi yang bertemakan kehidupan sosial di Indonesia sendiri cukup berkembang, terlebih setelah lewat masa transisi dari pemerintahan Soekarno kepada pemerintahan Soeharto.
Salah satu penyair yang menjadikan puisi sebagai media komunikasi untuk menyampaikan kritik sosial terhadap rezim orde baru adalah Wiji Thukul, Thukul adalah seniman jalanan, dan karya-karya yang ditulisnya adalah seni yang terlibat langsung dengan realitas sosial pada saat itu, menyatu dalam dinamika masyarakatnya, bukan hasil imajinasi belaka. Puisi Thukul terbilang unik karna dengan nadanya yang paling keras sekalipun tetap indah, puisinya seolah tidak terbatas ruang dan waktu, ia seolah memasuki ranah ada namun tiada dalam setiap aksi pembacaan puisi yang ditulisnya.
Karna terus mengkritisi pemerintah akhirnya berujung pada nasib buruk yang dialaminya, diduga mendapat tindakan reprensif dari aparat, Wiji Thukul diberitakan hilang diculik pada 27 Juli 1998 bersama belasan aktivis lainnya, dan belum ada kabar pasti hingga saat ini  mengenai nasib sang legenda sastra bersama rekan aktivis lainnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, pesan seperti apa yang ingin disampaikan Wiji Thukul dalam puisinya yang berjudul “Sajak Suara”? Dari latar belakang inilah peneliti merasa tertarik untuk mengintepretasikan pesan resistensi yang ditampilkan dalam puisi “Sajak Suara” karya Wiji Thukul dengan menggunakan kajian semiotika.

Perumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang  diuraikan diatas maka penulis merumuskan masalah yaitu : Bagaimana pesan resistensi yang ditampilkan dalam puisi “Sajak Suara” karya Wiji Thukul,  dalam kajian semiotika?

Tujuan Penelitian
Untuk menginterpretasikan dan menganalisa makna pada bait-bait kata dalam puisi “Sajak Suara” karya Wiji Thukul

Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan akan mendapat suatu hal yang berguna bagi semua pihak dan sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka penelitian ini diharapkan berguna dan bermanfaat antara lain:
1.  Segi Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu teori komunikasi, khususnya teori studi analisis semiotika.
2. Segi Praktis
Praktis : Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sumber referensi jika ada yang melakukan penelitian dengan tema yang sama.

Kerangka Dasar Teori
Teori dan Konsep

Semiotika
            Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tada (Van Zoest, 1993:1). A. Teew (1984:6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggung jawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala sastra sebagai alat komunikasi yang khas di dalam masyarakat manapun.

Teori Semiotika Ferdinand de Saussure
Semiotika menurut Saussure memandang bahasa sebagai suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut Saussure bahasa merupakan suatu sistem tanda (sign). tanda dalam pendekatan Saussure merupakan manifestasi konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi sebagai penanda. Jadi penanda (signifier) dan petanda (signified) merupakan unsur mentalistik. Dengan kata lain didalam tanda terungkap citra bunyyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Dengan kata lain kehadiran yang satu berarti pula kehadiran yang lain seperti dua sisi kertas (Masinambow, 2000a:12, dalam Sobur 2003:32).
Penanda
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa, apa yang dikatakan atau didengar den apa yang ditulis atau dibaca. Penanda yang menjadi fokus penelitian ini adalah bait pada puisi “Sajakan Suara”.

Petanda
Petanda  adalah gambaran mental. Pikiran atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa. Tanda bahasa selalu memiliki dua segi : penanda dan petanda, signifier dan signified, significant atau signifie. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaiknya suatu petanda tidak mungkin lepas dari penanda, petanda atau yang ditandakan itu termasuk tanda itu sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistis.

Signifikasi
Relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotik signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. Sementara prosees signifikasi menunjukan antara tanda dengan realitas eksternal yang disebut referent.

Puisi
Puisi adalah satu pernyataan perasaan dan pandangan hidup seorang penyair yang memandang sesuatu peristiwa alam dengan ketajaman perasaannya. Perasaan yang tajam inilah yang menggetar rasa hatinya, yang menimbulkan semacam gerak dalam daya rasanya. Lalu ketajaman tanggapan ini berpadu dengan sikap hidupnya mengalir melalui bahasa, maka jadilah ia sebuah puisi, satu pengucapan seorang penyair. Puisi adalah salah satu seni yang tua. Puisi hidup sejak manusia menemukan kesenangan dalam bahasa (Ahmad Badrun, 1989:1).

Fungsi Puisi
Fungsi puisi dalam kehidupan sehari-hari dapat dipakai sebagai komunikasi, yang sanggup mengungkapkan kodrat perasaan manusiawi yang tidak dapat dilakukan melalui bahasa secara langsung.

Komunikasi Puisi
Puisi sebagai media komunikasi, menurut Chairil Anwar (dalam Aminudin, 1990:142) puisi merupakan lukisan kepadatan jiwa yang disampaikan oleh penyairnya, melalui pemilihan kata-kata, dan pemadatan susunan kata pada sajak-sajaknya. Puisi juga sebagai konfirmasi terhadap kenyataan sosial yang menggambarkan gejala sosial.

Pengertian Pesan
Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan seharusnya mempunyai inti pesan atau tema sebagai pengaruh di dalam usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Adapun pesan, menurut Onong Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah: “suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain”. (Effendy, 1989:224)

Pengertian Resistensi
Resistensi adalah setiap semua tindakan para anggota kelas masyarakat yang rendah dengan maksud melunakkan atau menolak tuntutan-tuntutan (misalnya sewa, pajak) yang dikenakan pada kelas itu oleh kelas-kelas yang lebih atas (misalnya tuan tanah, negara, pemilik mesin, pemberi pinjaman uang) atau untuk mengajukan tuntutan-tuntutannya sendiri (misalnya pekerjaan, lahan, kemurahan hati, penghargaan) terhadap kelas-kelas atas. Atau merujuk kepada situasi sosial dimana pihak-pihak yang dirugikan dalam struktur sosial masyarakat kemudian melakukan perlawanan terhadap pihak-pihak yang merugikannya. (James C. Scott, 1993).

Definisi Konsepsional
Berdasarkan konsep yang sudah penulis paparkan, maka definisi konsepsional dari Pesan resistensi pada puisi “Sajak Suara” karya Widji Thukul, adalah :
-          Pesan
“Suatu komponen dalam proses komunikasi berupa panduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain”. (Effendy, 1989:224).
-          Resistensi
Adalah usaha untuk mencapai demokrasi yang secara nyata memberikan kebebasan dan equality (Hardt & Negri: 2004).
-          Semiotika
Semiotik (Semiotics) berasal dari bahasa Yunani “Semeion” yang berarti tanda atau sign. Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (Stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent, 1980).
-          Puisi
Adalah hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kata-kata kiasan (Tarigan, 1984:4).

Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, menggunakan metode semiotika yaitu metode yang menganalisis tentang tanda. Metode semiotika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika dari pemikiran Saussure. Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia dengan melakukan pemilahan antara apa yang disebut signifier (penanda) dan signified (petanda). Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan sginifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relassi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapt memaknai tanda tersebut.

Fokus Penelitian
Untuk menginterpretasikan pesan resistensi pada puisi “Sajak Suara karya Widji Thukul, dengan menggunakan teori semiotika Saussure yakni penanda dan petanda. Fokus dalam penelitian ini adalah pesan resistensi yang ditampilkan pada puisi sajak suara karya Wiji Thukul, baik resistensi yang bersifat terbuka, terselubung, atau negosiasi.

Sumber dan Jenis Data
  1. Data Primer :
Data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, yaitu puisi “Sajak Suara” dalam buku antologi “Aku Ingin Menjadi Peluru” (Indonesia Tera,2004), untuk kemudian peneliti akan  melakukan analisis terhadap puisi “Sajak suara” karya Widji Thukul.
  1. Data Sekunder :
Diperoleh dengan melakukan dokumentasi terhadap sumber-sumber yang dapat dipercaya seperti situs internet, majalah, video, dokumenter, untuk mendukung data primer.

Teknik Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data adalah sebagai berikut :
  1. Mengapresiasikan objek penelitian, sebagai langkah awal dalam memahami bait puisi secara awam yaitu dengan mengikuti  alur cerita pada setiap kata yang tersusun secara fokus sehingga mengerti pesan apa yang ingin disampaikan penyair puisi kepada audien.
  2. Pembedaah objek penelitian dalam hal ini adalah syair puisi secara keseluruhan menjadi perkalimat untuk mencermati tanda-tanda  mana yang digunakan oleh pencipta puisi dalam menyampaikan pesan pada objek penelitian. Ini dilakukan dengan mengartikan simbol-simbol yang mewakili pesan yang ingin disampaikan oleh pencipta puisi.
  3. Menafsirkan arti tanda-tanda tersebut dari sudut pandang peneliti dengan analisis semiotika yang mengungkap signifier dan signified.
  4. Mengkombinasikan temuan-temuan tanda-tanda tersebut dengan menganalisis situasi dan kondisi sosial ketika puisi tersebut diciptakan.
  5. Menarik kesimpulan berdasarkan analisis yang dilakukan pada tahap-tahap analisis sebelumnya.
Studi pustaka adalah suatau tekhnik pengumpulan data dengan mencari informasi dari pustaka yang bisa mendukung penelitian. Data yang diperoleh dari berbagai referensi buku, jurnal, dan karya ilmiah serta data-data ;ain yang berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, studi kepustakaan sangat dibutuhkan karena melalui tekhnik ini peneliti dapat memperkuat penjelasan dalam memberikan penafsiran.

Teknik Analisis Data
            Dalam menganalisis sebuah teks sesuai dengan teori Saussure terhadap beberapa tahap yang dapat digunakan untuk melakukan interpretasi terhadap puisi “Sajak Suara”. Tahapan-tahapan tersebut adalah :
1. Penanda (Signifier) 
Aspek material dari bahasa, apa yang dikatakan, didengar, dan apa yang dibaca. Penanda juga dapat dikatakan sebagai bunyi atau tulisan yang memiliki makna. Dalam penelitian ini yang menjadi penanda (Signifier) adalah puisi “Sajak Suara”.
2. Petanda (Signified) 
Gambaran konsep sesuatu dari penanda (Signifier). sebuah tahap pemaknaan terhadap teks yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian ini petandanya adalah merupakan hasil interprestasi terhadap puisi yang belum dikaitkan dengan realitas sosial. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut
3.Signifikasi (Signification)
Sebuah proses petandaan, setelah tahap pemberian makna terhadap puisi “Sajak Suara”. Peneliti akan mengaitkan bait puisi tersebut dengan realitas sosial. Dalam penelitian ini, signifikasi dilakukan dengan menghubungkan baait-bait dalam puisi “Sajak Suara” dengan realitas sosial atau kondisi lingkungan sosial pada saat puisi tersebut diciptakan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pesan Resistensi dalam Puisi “Sajak Suara”
            Puisi yang diteliti adalah puisi yang berjudul “Sajak Suara”, puisi “Sajak Suara” merupakan salah satu karya Widji Thukul yang terdapat dalam antologi puisi Aku ingin menjadi peluru terbitan tera, dalam puisi Sajak Suara terdapat pesan yang ingin disampaikan yaitu pesan resistensi, Peneliti akan menganalisis puisi tersebut dengan menggunakan teori semiotika dari Ferdinand de Saussure.
Berikut bait puisi “Sajak Suara” Karya Widji Thukul.
- Sajak Suara -
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
Mulut bisa dibungkam
Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku. .?
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
Apabila engkau memaksa diam
Aku siapkan untukmu : Pemberontakan. .!!!
Sesungguhnya suara itu bukanlah perampok
yang ingin merayah hartamu
Ia hanya ingin bicara
Mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan. .?
Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
Engkau harus menjawabnya
Apabila engkau tetap bertahan
Aku akan memburumu seperti, Kutukan. .!!!.

Table 4.2.1 Bait 1
Aspek Penanda
Aspek Petanda
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam

Kalimat ini menyatakan keadaan alamiah bahwa suara tak bisa diredam atau ditahan, menunjukan betapa dahsyatnya keinginan penulis untuk tetap bersuara melalui puisinya.
Mulut bisa di bungkam
Menggambarkan keadaan bahwa mulut bisa saja dibungkam, atau dipaksa untuk diam..
Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
Kalimat ini menggambarkan tidak ada seorang pun yang mampu menghentikan suara atau pertanyaan yang berasal dari sikap skeptis atau keragu-raguan.
Dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
Kalimat ini menunjukan bahwa suara dan juga pertanyaan yang timbul pada dasarnya berasal dari lidah jiwa, lidah jiwa menunjukan kedalamaan makna. Yakni mengandung makna pertentangan batin yang dialami.

Hubungan antar kalimat dalam bait diatas adalah, penulis puisi ingin menyampaikan keadaan yang sebenarnya, dalam konteks kejadian waktu itu. Adapun upaya-upaya yang dilakukan untuk membuat rakyat bungkam, tidak akan mampu menghentikan suara atau pertanyaan yang berasal dari sikap skeptis dan juga keragu-raguan pada pemerintah, menyampaikan hal paling mendasar yakni bersuara mengenai pertentangan batin yang selama ini dialami.

Table 4.2.2 Bait II
Aspek Penanda
Aspek Petanda
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan

Kalimat ini menunjukan, bahwa suara tak bisa dipenjarakan, bermakna ancaman dan juga intimidasi, atau penjara dalam arti yang sebenarnya sekalipun  tidak akan mampu menghentikan seseorang untuk tetap bersuara.
Di sana bersemanyam kemerdekaan
Kalimat ini menggambarkan tujuan, jika dikaitkan dengan kalimat sebelumnya menunjukan bahwa kemerdekaan bisa dicapai dengan cara bersuara atau menyampaikan aspirasi, sesuai proses demokrasi yang sebagaimana mestinya.
Apabila engkau memaksa diam
Apabila, kata ini menunjukan keadaan atau situasi dan kondisi tertentu, ketika dipaksa untuk tetap diam.
Aku siapkan untuk mu pemberontakan.
Kalimat ini bermakna ancaman, menyiapkan sebuah pemberontakan atau perlawanan. Jika dihubungkan dengan kalimat sebelumnya sikap paksaan pada akhirnya hanya menimbulkan sebuah perlawanan.
Hubungan antar kalimat, bait kedua puisi “Sajak Suara” menceritakan bahwa suara atau aspirasi yang ingin disampaikan tidak bisa dipenjarakan, aspirasi adalah salah satu unsur dari demokrasi untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya. Sikap diktator yang dilakukan untuk memaksa rakyat diam akan menimbulkan sebuah perlawanan.

Tabel 4.2.3 Bait III
Aspek Penanda
Aspek Petanda
Sesungguhnya suara itu bukanlah perampok

Kalimat ini ingin menegaskan, bahwa suara dan juga pertanyaan-pertanyaan yang timbul bukanlah upaya mengambil paksa apa yang dimiliki rezim.
Yang ingin merayah harta mu.
Kalimat ini bermakna, mengambil harta. Jika dikaitkan dengan kalimat sebelumnya maka bermakna upaya mengambil paksa harta yang dimiliki rezim penguasa.
Ia hanya ingin bertanya
Kalimat ini menunjukan bahwa, suara-suara yang timbul sebenarnya hanya ingin menyampaikan sebuah pertanyaan.
Mengapa kau kokang senjata
Kalimat ini ingin mengajukan sebuah pertanyaan, mengapa suara-suara yang muncul dihadapi dengan kokangan senjata.
Dan gemetar ketika suara-suara itu menuntut keadilan
Kalimat terakhir dalam bait ketiga menunjukan ketakutan pemerintah, pada akhirnya suara-suara itu menuntut keadilan, jika dihubungkan dengan kalimat sebelumnya. Mengapa aspirasi yang disampaikan dihadapi dengantindak kekerasan, jika pada akhirnya takut ketika korban akan menuntut keadilan.

Hubungan antar kalimat pada bait ke tiga puisi “Sajak Suara”, pada bait ketiga penulis puisi ingin menyampaikan pesan bahwa suara-suara atau aspirasi yang disampaikan sebenarnya bukan upaya untuk mengambil paksa harta atau kekuasaan rezim penguasa, melainkan jalan damai untuk mewujudkan proses demokrasi. Namun upaya damai yang dilakukan dihadapi dengan tindak kekerasan, dibalik itu ada ketakutan jika kemudian korban dari tindak kekerasan itu menuntut keadilan.

Tabel 4.4 Bait 4
Penanda
Petanda
Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata

Kata, merupakan kepadatan makna. Kalimat ini mengandung arti kekuatan yang besar dari suara-suara yang bermunculan.
Ialah yang mengajari aku bertanya
Kalimat ini berarti, dari suara-suara yang bermunculan, akhirnya mengajari atau memberanikan diri untuk bertanya.
Dan pada akhirnya tidak bisa tidak
Kalimat ini menggambarkan optimisme dan keyakinan yang besar, untuk berkata tidak.
Engkau harus menjawabnya
Kalimat ini bernada ancaman, keharusan untuk menjawab pertanyaan. Jika dikaitkan dengan kalimat sebelumnya bermakna tidak bisa tidak, harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Apabila engkau tetap bertahan
Bertahan bermakna stagnan atau diam tak bergeming, tidak ada niatan untuk berubah.
Aku akan memburu mu seperti kutukan..!!!
Kalimat terakhir menggambarkan ancaman, akan memburu layaknya sebuah kutukan. Bertanya dan bertanya hingga tiada bosan. Jika dihubungkan dengan kalimat sebelumnya bermakna, akan memburu layaknya kutukan jika pertanyaan-pertanyaan tak juga membuat rezim untuk berubah sikap.

Hubungan antar kalimat. Dalam bait terakhir puisi “Sajak Suara” menceritakan suatu keadaan, dimana suara-suara dan juga aspirasi yang disampaikan pada akhirnya menjadi kekuatan yang dahsyat. Menuntut rezim untuk merubah kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, jika nantinya rezim bertahan terhadap sikap diktatornya, maka suara-suara itu akan terus bergema, memburu layaknya sebuah kutukan.

Kesimpulan                        
Setelah melakukan penelitian dengan pembahasan melalui studi pustakan dan interpretasi mengenai “Pesan Resistensi Pada Puisi “Sajak Suara” Karya Widjin Thukul. Penulis menyimpulkan seperti dibawah ini.
Dari hasil penelitian, peneliti menemukan makna atau pesan yang ditampilkan dalam puisi “Sajak Suara” Karya Widji Thukul, adalah pesan resistensi. Peneliti menemukan adanya cerita dibalik puisi tersebut, yaitu bercerita tentang resistensi atau perlawanan yang dilakukan pada masa rezim orde baru dibawah pemerintahan Soeharto yang terkenal ditaktor.
Interpretasi dari peneliti, puisi “Sajak Suara” menampilkan pesan resistensi, resistensi sendiri Adalah usaha untuk mencapai demokrasi yang secara nyata memberikan kebebasan dan equality (Hardt & Negri: 2004), menurut James C. Scott ada 3 bentuk resistensi diantaranya adalah :
- Resistensi terbuka : Adalah bentuk resistensi yang terorganisasi, sistematis, dan berprinsip. Manifestasi yang digunakan adalah cara-cara kekerasan seperti pemberontakan.
- Resistensi terselubung : Adalah bentuk perlawanan yang dapat menjaga keselamatan dari tekanan proses peminggiran yang lebih keras lagi, resistensi terselubung seringkali memakan waktu yang sangat lama dan berlangsung terus menerus.
-Resistensi negosiasi : Adalah bentuk resistensi yang dilakukan dengan bernegosiasi untuk menemukan solusi terbaik, manifestasinya biasanya disertai dengan aksi demonstrasi.
Puisi “Sajak Suara” sendiri menampilkan 3 pesan resistensi sekaligus, namun yang paling dominan adalah pesan resistensi yang bersifat terselubung. Terselubung karna puisi “Sajak Suara” merupakan media dari pesan yang ingin disampaikan oleh penulis puisi, yang memuat gagasan perlawanan didalamnya. Sebagai bentuk representasi perlawanan dari penulis puisi.
Pesan yang disampaikan melalui puisi membutuhkan penafsiran terlebih dahulu agar bisa dipahami, resistensi terbuka dan juga negosiasi yang pernah terjadi dimasa lalu pada era orde baru , menjadi bagian dari resistensi terselubung dalam puisi “Sajak Suara”. Perlawanan fisik berubah menjadi perlawanan ideologis. Resistensi terselubung lebih berbahaya karna akan terus hidup dari generasi ke generasi, seperti yang tersirat dalam kata terakhir puisi tersebut yaitu “Akan memburu mu seperti kutukan”.
Puisi "Sajak Suara" karya Wiji Thukul menampilkan pesan Resistensi, hal ini pula yang membuat puisi "Sajak Suara" selalu sesuai dengan realitas sosial yang ada. Dalam situasi dan kondisi dimana pihak-pihak yang dirugikan dalam struktur sosial masyarakat kemudian melakukan perlawanan terhadap pihak yang merugikannya. 
Saran
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang dilakukan, peneliti ingin menyampaikan beberapa saran, yaitu :
1.Bagi Pencipta Puisi
Puisi adalah harapan terakhir yang bisa merawat kebudayaan ketika politik dan ekonomi tak mampu memeliharanya, puisi memiliki fungsi sebagai media komunikasi dan kontrol sosial. Oleh karnanya, Pencipta puisi sebaiknya bersentuhan langsung dengan masyarakat, bersentuhan dengan kenyataan sosial, karena karya sastra selalu bergesekan dengan masyarakat, agar ia berpihak pada kepentingan masyarakat. Sudah saatnya penyair tidak lagi berpikir menulis puisi untuk menumbuhkan kreativitas, mendapatkan penghasilan dari menulis puisi, akan terkenal karena menulis, menggembirakan hati dan lain-lain.
Sudah saatnya (bahkan sejak lama), penyair menjadi “Khotib” untuk kepentingan ideologi. Puisi harus berbicara persoalan dalam masyarakat, tentang fakta yang terjadi baik itu kemiskinan, pendidikan, sosial, politik, atau harga cabai yang mahal. Wiji Thukul misalnya, menjadikan puisi sebagai dialog menolak adanya kebohongan dan penindasan. Ia ingin penyair sebagai penjaga moral, sehingga sastra memiliki posisi tawar untuk kesadaran masyarakat.
2.Bagi Masyarakat
Masyarakat sebagai penikmat puisi, hendaknya kritis untuk memilih puisi-puisi yang memiliki kualitas dalam lirik lagunya. Diharapkan juga supaya mampu menterjemahkan makna-makna yang terkandung dalam sebuah puisi. Dengan begitu masyarakat mempunyai pola pikir yang kritis dan maju sehingga dapat berpengaruh terhadap kondisi mental masyarakat.
3.Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan untuk dapat mencari puisi lain yang berkaitan dengan realitas sosial untuk diteliti,karna  seni merupakan media komunikasi yang unik, sehingga nantinya akan ditemukan gambaran maknadari sudut pandang yang berbeda, dan dapat memberikan pengetahuan yang baru bagi masyarakat.

Daftar Pustaka
Buku
Anoraga, Alisyahbana, S. Takdir. (1996). Puisi Lama. Dian Rakyat, Jakarta
Alo Liliweri. (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya. Yogjakarta.
PT. LKiS Pelangi Aksara
Aminuddin. (1995). Statistika Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra, IKIP Semarang Press, Semarang.
Andangdjaya, Hartoyo. (1973). Buku Puisi, Pustaka Jaya, Jakarta
Djajasudarma. 1999. Semantik 1 Pengantar ke Arah Ilmu Makna, PT. Refika Aditama, Bandung.
Julie Southwoodd & Patrick Flagnan, 2013 Penyelewngan Hukum & Propaganda, komunitas bamboo, Jakarta
Scott, James, 1985. Weapons of the Weak, Everyday Forms of Peasant Resistance, Yale University Press.
Sobur , Alex, 2002. Analisis teks media suatu analisis untuk wacana, analisis semiotika dan ANALISIS framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung
Sobur, Alex. 2003, Semiotika Komunikasi, Rosdakarya, Bandung.
Suawardi. Endaswara 2003 metode penelitian sastra, PT buku seru, Jakarta
Zoezt, Aart Van & Panuti Sudjiman. 1992. Serba-Serbi Semiotika, Gramedia



[1] Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: dainurasa@gmail.com
Bagikan :
 

Copyright © 2011. Dainurasa